Pengurangan Penggunaan Bahasa Inggris Ditentang Universitas dan Mahasiswa Belanda
Universitas, staf pengajar, dan mahasiswa mengkritik konsep pemerintah untuk kurangi penggunaan bhs Inggris di instansi pendidikan Belanda, dengan alasan perihal itu dapat menyebabkan kerusakan reputasi dan penelitian mereka. Menteri Pendidikan Belanda Robbert Dijkgraaf memiliki rencana menghalangi penggunaan bhs asing dalam proses pembelajaran di tingkat sarjana menjadi sepertiga dari kredit kuliah, dengan target supaya mahasiswa asli Belanda tidak terdesak dan mendorong mahasiswa asing lebih giat belajar bhs lokal dan tinggal di negeri kincir angin itu. Perubahan batasan itu hanya dapat dijalankan dengan izin dari menteri, kata Kementerian Pendidikan mengkonfirmasi hari Selasa (27/6/2023) seperti dilansir pelayanan bppp tegal. Selain itu, kuliah dalam bhs aing lain dapat dikaji kembali peranan memastikan apakah mereka layak didanai oleh duwit negara.
Pada bulan April, Kementerian Pendidikan menginformasikan bahwa ketentuan baru itu dapat berusaha untuk “mengelola dan mengarahkan” kuantitas siswa internasional di Belanda dengan lebih baik, setelah nampak kegelisahan di seluruh negeri bahwa perkuliahan dalam bhs Inggris bermakna dapat menggerus talenta-talenta dari dalam Belanda sendiri. Saat ini terdapat 122.000 mahasiswa internasional di Belanda, tiga 1/2 kali lebih banyak dibandingkan tahun akademik 2005. Sekitar 15% mahasiswa bukan orang Belanda. Sebagian kalangan cemas jika konsep selanjutnya berlangsung seperti yang nampak saat ini, Kementerian Pendidikan tidak hanya dapat menyebabkan kerusakan sektor pendidikan dan pasar pekerjaan di era depan, tetapi terhitung reputasi negara Belanda.
Kritik terhadap kebijakan itu paling kuat mampir dari Eindhoven University of Technology, yang saat ini beri tambahan kuliah tingkat sarjana dan master seluruhnya dalam bhs Inggris. Robert-Jan Smits, pimpinan badan eksekutif universitas itu, mengatakan kepada bahwa kuota bhs itu justru dapat menyebabkan kerusakan baik reputasi universitasnya maupun negara Belanda sendiri di kancah internasional.
“Kami berlokasi di Eindhoven, pusat teknologi tinggi Belanda, ekonomi yang berkembang pesat dengan perusahaan seperti Philips Electronics, ASML, NXP, dan kami udah melaksanakan seluruhnya dalam bhs Inggris,” kata Smits. “Untuk lebih dari satu mata kuliah apalagi kami tidak mendapatkan profesor yang dapat berbahasa Belanda. Jika kami diwajibkan untuk beri tambahan lebih dari satu besar dari kuliah sarjana kami dalam bhs Belanda, kami tidak dapat dapat melaksanakan itu: kami apalagi tidak memiliki staf untuk mengajar seandainya AI dalam bhs Belanda. Ada kekurangan yang amat besar.” Dia beri tambahan bahwa tawaran pendidikan seluruh dalam bhs Inggris yang disodorkan universitasnya adalah untuk menarik bakat internasional terbaik. “Belanda senantiasa memiliki masyarakat liberal di mana tiap tiap orang diterima,” kata Smits. “Itulah kapabilitas Belanda, toleransi, keterbukaan. Ini terasa amat bertentangan dengan impuls Belanda.”
Universitas Delft Belanda
Lulusan Universitas Delft bernama Marco mengatakan bahwa dia mampir ke Belanda dari Italia lewat program Erasmus+, menuntaskan PhD-nya di sana dan saat ini sedang mempelajari bhs Belanda dan menetap di Belanda. “Akankah aku mampir ke sini jika seluruh (perkuliahan) dalam bhs Belanda? Jelas tidak,” katanya. “Berapa banyak sekolah di Eropa dan dunia terhadap biasanya yang mengajarkan bhs Belanda sebagai bhs ke dua atau ketiga? Tidak banyak.”
Universitas Groningen mengeluarkan pernyataan yang menilai konsep Dijkgraaf itu, dipaparkan di parlemen pekan lalu, tampaknya justru dapat “mengganggu kapabilitas kami untuk berkontribusi terhadap nilai ekonomi ilmu Belanda”. Tampaknya menteri “ingin memakai bhs sebagai instrumen untuk kurangi penerimaan mahasiswa internasional,” kata pimpinan Universitas Groningen Jouke de Vries. Kebijakan mirip pernah diambil di Denmark, tetapi kemudian dibatalkan karena dinilai justru merugikan negara itu sendiri. Menghapus bajsa Inggris bermakna tidak menarik kedatangan talenta-talenta internasional dan menyebabkan mereka risau belajar dan bekerja di Denmark karena rintangan bhs lokal.